Apakah Penipuan Online Bisa Ditangkap

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menangkap seorang buronan berinisial L (26) yang merupakan tersangka kasus tindak pidana penipuan online atau scam online jaringan internasional bermodus menawarkan lowongan pekerjaan paruh waktu.

Kepala Sub-Direktorat (Kasubdit) II Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipisiber) Bareskrim Polri, Kombes Alfis Suhaili mengatakan L ditangkap ketika ingin pulang ke Indonesia.

"Tersangka L ini dalam rangka pulang saja ini, ingin pulang kampung," ucap Alfis dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (19/7/2024).

Baca juga: Polri Tangkap WN China yang Tipu Ratusan WNI Lewat Modus Lowongan Kerja

Alfis menjelaskan L ditangkap di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang pada 17 Juli 2024 dini hari.

Penangkapan dilakukan penyidik setelah mendapat informasi dari Interpol bahwa ada salah satu buronan yang terdeteksi.

"Bahwa salah satu tersangka yang telah masuk dalam daftar red notice ini telah melintas dari Dubai menuju ke Jakarta sehingga kami dari Dittipidsiber Bareskrim Polri mengecek ke terminal 3 Soekarno-Hatta," kata dia.

Setelah ditangkap di bandara, L langsung diamankan untuk dilakukan pemeriksaan.

Adapun L merupakan warga negara Indonesia (WNI) asal Jawa Barat. Ia selama ini bekerja di Dubai dan tergabung menjadi operator pernipuan online bermodus lowongan kerja.

"Dia bekerja di Dubai sebagai operator itu sekitar bulan Mei sampai Agustus 2023. Di sana dia mendapatkan gaji sama dengan pemeran operator lainnya yaitu sebesar 3.500 Dirham (Rp15 juta)," ungkap Alfis.

Baca juga: Dugaan Penipuan Lowongan Kerja di Duren Sawit Diduga Sudah Berlangsung sejak 2022

Alfis juga menjelaskan, L menjadi pekerja bukan karena direkrut secara virtual dan ditipu oleh para tersangka sebelumnya.

Menurut dia, L direkrut saat sudah berada di Dubai dan mencari pekerjaan di kota tersebut.

"Dia datang awalnya sendiri saja karena sudah ada saudaranya di sana di Dubai. Nah sampai di sana awalnya ingin mencari pekerjaan apa saja tapi ternyata direkrut oleh kelompok ini, dilatih untuk menjadi operator," jelas Alfis.

Tak hanya itu, L juga sempat dilatih melakukan mengirimkan pesan berantai, mengelola platform media sosia, melakukan komunikasi dengan korban dan calon-calon korban.

Selain itu, menurut dia, L tidak hanya mendapatkan gaji namun juga mendapatkan bonus jika mencapai target tertentu.

"Dan disebutkan juga dalam keterangan yang disampaikan bahwa tersangka L ini menjadi operator dia mendapatkan bonus," ujar dia.

Sebelumnya diberitakan, Bareskrim menangkap empat tersangka dalam kasus ini. Satu di antaranya warga negara China berinisial ZS. Sedangkan tiga tersangka lain merupakan warga negara Indonesia.

Himawan menyebut ZS ditangkap pada 27 Juni 2024 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Kemudian, WN China itu dibawa ke Indonesia untuk diamankan.

Baca juga: Bareskrim Tangkap Buron Kasus Penipuan Ratusan WNI Modus Lowongan Kerja

"Tersangka ZS yaitu warga negara asing yang berperan sebagai pimpinan kelompok online scam jaringan internasional," kata Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Himawan Bayu Aji di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (16/7/2024).

Menurut Himawan, setidaknya ada 823 korban WNI dalam kasus ini.

"Total korban di Indonesia mencapai 823 korban dimulai dari tahun 2022 sampai 2024 ini dengan total kerugian Rp 59 miliar di Indonesia," ungkap Himawan.

Yang menentukan apakah teman Anda dapat dituntut pidana atau tidak bukanlah apakah teman Anda sudah bertobat/tidak melakukan judi online lagi, melainkan apakah perbuatan teman Anda memenuhi unsur dari pasal yang mengaturnya dan apakah sudah daluarsa atau belum penuntutan atas tindak pidana tersebut.

Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.

Di Indonesia, mengenai judi online diatur dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”):

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.

Hukuman pidana bagi orang yang memenuhi unsur dalam Pasal 27 ayat (2) UU ITE diatur dalam Pasal 45 ayat (1) UU ITE:

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Jika perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian bagi orang lain (Pasal 36 UU ITE), hukumannya menjadi lebih berat sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat (2) UU ITE:

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

Selama perbuatan teman Anda yang dulu dia lakukan (sebelum tidak melakukan judi lagi) memenuhi unsur Pasal 27 ayat (2) UU ITE, maka teman Anda tetap dapat dituntut dan dihukum. Kecuali, penuntutan tersebut dilakukan setelah daluarsa penuntutan atau teman Anda meninggal dunia atau perkara ini sudah pernah dilakukan penuntutan dan telah memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap (ne bis in idem). Lebih lanjut mengenai hal-hal yang bisa menghentikan penuntutan, dapat dilihat di artikel Apakah Proses Hukum Bisa Dihentikan Jika Tersangka Sakit?

Mengenai daluarsa penuntutan pidana dapat dilihat dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”):

(1) Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa:

1.    mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah satu tahun;

2.    mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun;

3.    mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun;

4.    mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.

(2) Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan umurnya belum delapan belas tahun, masing-masing tenggang daluwarsa di atas dikurangi menjadi sepertiga.

Sedangkan mengenai hapusnya kewenangan menuntut pidana karena tertuduh meninggal dunia, diatur dalam Pasal 77 KUHP.

Melihat pada uraian di atas, berarti teman Anda tidak bisa dituntut lagi setelah 12 tahun atau jika ia telah meninggal dunia.

Jadi yang menentukan apakah teman Anda dapat dituntut pidana atau tidak bukanlah apakah teman Anda sudah bertobat/tidak melakukan judi online lagi, tetapi apakah perbuatan teman Anda memenuhi unsur dari pasal yang mengaturnya dan apakah sudah daluarsa atau belum penuntutan atas tindak pidana tersebut.

Kemudian mengenai teman Anda yang tidak tertangkap tangan, pada dasarnya penuntutan dapat dilakukan jika berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan, memang ada tindak pidana dan ada tersangkanya.

Bisa saja ada yang melaporkan mengenai judi online ini ke polisi, dan polisi melakukan penyelidikan sebagai tindak lanjut dari pelaporan tersebut untuk melihat apakah memang ada tindak pidana judi online atau tidak (pengertian penyelidikan lihat Pasal 1 angka 5 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana – “KUHAP”). Kemudian setelah diketahui bahwa memang ada tindak pidana judi online, polisi melakukan penyidikan untuk menemukan tersangkanya (lihat Pasal 1 angka 2 KUHAP). Setelah ditemukan siapa tersangkanya, polisi bisa melakukan penangkapan dan penyitaan (Pasal 7 ayat (1) huruf d KUHAP)

Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup (Pasal 17 KUHAP). Lebih lanjut dapat dilihat dalam artikel Fungsi Penangkapan dan Penahanan dalam Proses Penyidikan dan Surat Perintah Penangkapan dan Surat Perintah Penahanan.

Sedangkan penyitaan dapat dikenakan terhadap (lihat Pasal 39 ayat (1) KUHAP):

a.    benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;

b. benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;

c.     benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;

d.    benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;

e.    benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.

Lebih lanjut tentang penyitaan, dapat dilihat dalam artikel Akibat Hukum Jika Benda Disita Penyidik dan Masalah Penyitaan dan Benda Sitaan.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

1.    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

2.    Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

TRIBUNNEWS.COM - Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Solo, Badrus Zaman SH MH, memberikan solusi bagi korban penipuan online.

Menurut sosok advokat senior ini, melapor merupakan hal penting bagi korban penipuan.

Laporan tersebut hbisa disampaikan ke kantor kepolisian terdekat atau pihak perbankan yang bersangkutan.

Sebab, bila terus menunda untuk melapor, maka semakin sulit kasus penipuan online dapat diungkap.

Lantas, setelah melaporkan penipuan online, apakah uang korban dapat kembali?

Baca: Tata Cara Melaporkan Penipuan Online ke Kantor Polisi, Penting untuk Siapkan Bukti Transfer

Badrus menjelaskan, dirinya memang belum pernah menangani kasus penipuan online yang uangnya kembali.

Namun, ada satu cara yang bisa jadi harapan para korban penipuan terkait kembalinya uang.

Yakni mendaftarkan nomor rekening pelaku penipuan dalam situs resmi milik Kementerian Komunikasi dan Informatika, cekrekening.id.

Menurut Badrus, situs tersebut merupakan cara preventif yang paling mudah bagi para korban.

"Kami belum pernah menangani perkara itu, (cekrekening.id) ini adalah awal informasi agar masyarakat tahu, bagaimana kita bisa kembalikan uang."

Baca: Total Kerugian 50 Korban Penipuan Berkedok Arisan Kurban di Cianjur Mencapai Rp 3,6 Miliar

"Itu yang paling mudah tidak harus lewat polisi dan proses hukum."

"Tapi ini hanya cara preventif yang paling cepat dilakukan supaya kasusnya tidak berkepanjangan," papar Badrus dalam tayangan Kacamata Hukum bersama Tribunnews, Senin (8/3/2020).

Bedanya dengan laporan kepada polisi, situs milik Kominfo ini bisa dilakukan dengan cepat tanpa menyertakan identitas secara formal.

Meski penipuan masuk ke dalam perkara biasa, namun korban diimbau untuk tetap melakukan pengaduan.